Aku masih suka membaca tulisan-tulisanmu satu-satu
Mencermati dengan akalku sendiri tiap-tiap huruf dalam baris di bait-baitnya
Sembari kuseruput kopi pahit panas yang menjagaku menahan gempuran malam dan kantuk
Kau dulu banyak menulis tentang seorang atau dua sahabat
Kau hanya punya sahabat, kau bilang waktu itu
Karena kau tidak lagi punya bapak, juga adik
Hanya punya sahabat
Dan seorang ibu yang tidak pernah lupa menunggumu di dapur untuk bercerita sembari menggoreng tempe dan sambal tomat lezat
Kau juga menulis tentang pelangi sehabis hujan di suatu pagi dekat tempat tinggalmu
Indah sekali sepertinya
Oh, ya, aku hampir lupa
Aku masih terpingkal membaca ceritamu tentang ambulan, dan ceritamu tentang cara berpacaran dulu
Lucu sekali, aku tertawa, sesekali berguling seperti buah pedak yang jatuh di dalam hutan karet lebat tak pekat
Jika ingin tersenyum, aku masih selalu di sana membaca tulisan-tulisanmu satu-satu
Kecuali duka aku ingin sepertimu
Bermain bola dengan kaki kurus telanjang, berlari dengan celana lembab sehabis mandi
Berkelahi dengan mata tertutup takut, atau berani yang menjadi
Kecuali duka aku ingin menggambar wajahmu di punggung tangan kiriku agar bisa kutatap wajah-wajah dunia di situ
Aku pun masih ingin sepertimu
Menulis setelah mata terpejam lelah, merangkul setiap asa ke dalam bait
Menatap kegelisahan sesederhana rintik yang jatuh sore tadi
1 comment:
ealah... aku ngga paham ni...
Post a Comment